PEJUANG-PEJUANG KECIL DARI TIMUR KALIMANTAN
Dapat bersekolah dan menuntut ilmu dengan layak mungkin adalah hal yang biasa saja bagi kebanyakan orang. Tapi akan berbeda dengan pejuang-pejuang kecil dari suatu daerah di kalimantan ini. saya ingin bagikan satu kisah lagi yang bagi saya ini adalah pengalaman yang sangat berharga dan istimewa. Bertemu dengan pejuang-pejuang kecil yang bertahan dalam sebuah keadaan yang sulit demi untuk mendapatkan pendidikan yang layak.
Waktu itu dalam sebuah perjalan melewati perbatasan Kalimantan Utara dan Kalimantan Timur, saya dan beberapa orang teman tiba di sebuah daerah yang di namakan Paser Utara. Sebuah daerah perbatasan yang di lewati oleh jalan antar provinsi. Daerah ini adalah penghasil kelapa sawit dan tambang batubara. Hal itu jelas terlihat dari pemandangan kiri dan kanan jalan yang penuh dengan hamparan kebun kelapa sawit. Juga terlihat kubangan-kubangan danau bekas kegiatan pertambangan yang di biarkan menjadi danau-danau yang penuh air. Bukan itu yang menjadi pusat perhatian saya, namun nanti setelah beberapa kilometer lebih jauh saya menemukan sebuah kenyataan yang menurut saya hal tersebut tidak seharusnya masih terjadi di jaman ini, jaman ketika pendidikan sudah dengan sangat mudah di akses.
Kami tiba di daerah Paser Utara sekitar pukul 7 pagi, bertepatan dengan waktu anak-anak berangkat ke sekolah. Di perjalanan kami melihat seorang anak perempuan berseragam SD keluar dari rumahnya, tak banyak rumah di daerah itu karna hampir rata-rata di penuhi dengan ratusan hektar kebun kelapa sawit. Saya pun bergurau dengan beberapa teman dan menebak di mana ada sekolah di tempat yang hampir seluruhnya perkebunam sawit ini. Berkilo-kilo meter kami lewati dan tak satupun ada bangunan sekolah kami temui, kamipun berfikir jangan-jangan sekolahnya ada di antara pohon-pohon sawit yang luas itu.
Tidak lama kemudian kami menemukan pemandangan yang tidak biasa menurut kami. Di perjalanan kami bertemu banyak sekali anak-anak berseragam SD yang berdiri di pinggir jalan sambil mengacungkan jempol seperti di jalan tri in one. Rata-rata dari Mereka berdiri bergerombol. Mereka mencoba mendapatkan iba dari pengendara mobil -mobil yang lewat dan mau memberikan mereka tumpangan untuk pergi ke sekolah. Di antara antara anak-anak ini ada yang memakai sepatu, ada yang hanya memakai sendal, ada yang berseragam tapi ada juga yang tidak memakai seragam.
Kami tiba di daerah Paser Utara sekitar pukul 7 pagi, bertepatan dengan waktu anak-anak berangkat ke sekolah. Di perjalanan kami melihat seorang anak perempuan berseragam SD keluar dari rumahnya, tak banyak rumah di daerah itu karna hampir rata-rata di penuhi dengan ratusan hektar kebun kelapa sawit. Saya pun bergurau dengan beberapa teman dan menebak di mana ada sekolah di tempat yang hampir seluruhnya perkebunam sawit ini. Berkilo-kilo meter kami lewati dan tak satupun ada bangunan sekolah kami temui, kamipun berfikir jangan-jangan sekolahnya ada di antara pohon-pohon sawit yang luas itu.
Tidak lama kemudian kami menemukan pemandangan yang tidak biasa menurut kami. Di perjalanan kami bertemu banyak sekali anak-anak berseragam SD yang berdiri di pinggir jalan sambil mengacungkan jempol seperti di jalan tri in one. Rata-rata dari Mereka berdiri bergerombol. Mereka mencoba mendapatkan iba dari pengendara mobil -mobil yang lewat dan mau memberikan mereka tumpangan untuk pergi ke sekolah. Di antara antara anak-anak ini ada yang memakai sepatu, ada yang hanya memakai sendal, ada yang berseragam tapi ada juga yang tidak memakai seragam.
Sampai akhirnya teman saya pun juga memutuskan untuk memberi tumpangan ke beberapa anak yang berdiri di pinggi jalan tersebut. ada dua orang anak yang ikut di mobil kami. Satu anak laki-laki dan satunya lagi anak perempuan. Sedangkan saya masih terheran-heran dengan pemandangan itu. Dua anak itu masuk ke mobil kami tanpa perasaan takut sedikitpun, malah melempar senyum kepada kami, seolah-olah hal seperti ini, menumpang mobil orang tak di kenal adalah hal biasa bagi mereka. Padahal ketika saya masih seumuran mereka saya tidak akan mau ikut dengan orang yang tidak dikenal, bisa saja kan jika kami orang yang berniat jahat hehe. Di dalam mobil kami bercakap-cakap dengan dua anak ini, mereka sangat ramah dan sangat mudah akrab dengan orang yang baru mereka kenal.
Sepanjang perjalanan menuju sekolah saya bertanya banyak hal kepada dua anak ini. Mereka bercerita bahwa setiap hari untuk pergi ke sekolah mereka harus seperti ini, menumpang mobil-mobil orang yang lewat di jalanan. Sekolah mereka cukup jauh sekitar 15 km jarak dari rumah. Jika berjalan kaki maka akan memakan waktu cukup lama untuk tiba di sekolah. Salah seorang anak sudah duduk di keas 5 SD, dan berarti sudah 5 tahun dia menjalani rutinitas pagi seperti ini. setibanya di depan sekolah mereka, kami bertemu ada banyak sukarelawan lain yang bersedia menumpangkan mobilnya untuk anak-anak ini tiba sampai sekolahnya. Anak-anak itu turun dari mobil dengan wajah polos ceria tak ada beban ataupun keluhan harus menunggu iba setiap hari, bertahun-tahun sampai nanti mereka selesai sekolah. begitupun dengan pulang sekolah mereka akan berjalan sambil berharap ada orang-orang baik hati yang mau menumpangkan mobilnya untuk mereka.
Sepanjang perjalanan menuju sekolah saya bertanya banyak hal kepada dua anak ini. Mereka bercerita bahwa setiap hari untuk pergi ke sekolah mereka harus seperti ini, menumpang mobil-mobil orang yang lewat di jalanan. Sekolah mereka cukup jauh sekitar 15 km jarak dari rumah. Jika berjalan kaki maka akan memakan waktu cukup lama untuk tiba di sekolah. Salah seorang anak sudah duduk di keas 5 SD, dan berarti sudah 5 tahun dia menjalani rutinitas pagi seperti ini. setibanya di depan sekolah mereka, kami bertemu ada banyak sukarelawan lain yang bersedia menumpangkan mobilnya untuk anak-anak ini tiba sampai sekolahnya. Anak-anak itu turun dari mobil dengan wajah polos ceria tak ada beban ataupun keluhan harus menunggu iba setiap hari, bertahun-tahun sampai nanti mereka selesai sekolah. begitupun dengan pulang sekolah mereka akan berjalan sambil berharap ada orang-orang baik hati yang mau menumpangkan mobilnya untuk mereka.
Saya acungkan jempol untuk mereka, begitulah cara mereka berjuang untuk pendidikan yang layak. orang tua mereka di rumahpun sepertinya pasrah merelakan anak-anaknya ikut dengan orang yang tak di kenal. Berhusnuzon semoga anak mereka bisa pulang kembali dengan keadaan baik-baik saja. Kebanyakan dari mereka adalah anak-anak buruh perkebunan sawit di sekitar daerah itu. Mereka memiliki banyak keterbatasan, terutama ekonomi.
Sudah bertahun-tahun keadaan itu mereka jalani, dan sepertinya tak ada perhatian dari pemerintah tentang hal ini. Mungkin pemerintah tidak tau akan keadaan ini atau pura-pura tidak tau hehe. Yang saya herankan adalah mereka tinggal di area perkebunan sawit yang membentang ribuan hektar luasnya. Tentu perkebunam itu ada yang punya, entah itu milik swasta atau mungkin milik pemerintah juga. Tak adakah bantuan seperti bantuan CSR perusahaan yang mungkin bisa menyediakan transportasi sekolah untuk mereka. ini hal kecil tapi dampaknya akan besar untuk keberlangsungan masa depan pejuang-pejuang keci ini.
Dari kisah mereka saya sadar, bahwa selama ini Allah berikan saya nikmat yang begitu besar, saya sekolah ya tinggal sekolah saja tanpa harus mejalani rutinitas yang berisiko seperti pejuang-pejuang kecil itu. Saya tinggal belajar yang rajin, pulang pergi di jemput dan itupun masih sering mengeluh malas belajar. Mungkin sebenarnya ada ribuan kisah lain yang lebih memperihatinkan, ada ribuan pejuang-pejuang kecil lain yang juga berupaya keras untuk sebuah pendidikan yang layak. Maka kawan bersyukurlah jika kita sampai saat ini di berikan banyak kesempatan untuk belajar dengan akses yang mudah. tanpa harus seperti mereka. jangan lelah menimba ilmu karna sungguh ilmu lah harta yang tak terrnilai harganya.
#syukur
Dari kisah mereka saya sadar, bahwa selama ini Allah berikan saya nikmat yang begitu besar, saya sekolah ya tinggal sekolah saja tanpa harus mejalani rutinitas yang berisiko seperti pejuang-pejuang kecil itu. Saya tinggal belajar yang rajin, pulang pergi di jemput dan itupun masih sering mengeluh malas belajar. Mungkin sebenarnya ada ribuan kisah lain yang lebih memperihatinkan, ada ribuan pejuang-pejuang kecil lain yang juga berupaya keras untuk sebuah pendidikan yang layak. Maka kawan bersyukurlah jika kita sampai saat ini di berikan banyak kesempatan untuk belajar dengan akses yang mudah. tanpa harus seperti mereka. jangan lelah menimba ilmu karna sungguh ilmu lah harta yang tak terrnilai harganya.
#syukur
#cerita ini saya alami pada bulan Januari 2018
#Semoga ada perubahan dan perbaikan, amin
#Anisa
Komentar
Posting Komentar